On 19.10 by Unknown
Umat manusia sekarang ini berada di tepi jurang kehancuran.
Keadaan ini bukanlah berasal dari ancaman maut yang sedang tergantung di atas
ubun-ubunnya. Ancaman maut itu adalah satu gejala penyakit dan bukan penyakit
itu sendiri.
Sebenarnya puncak dari keadaan ini ialah: bangkrut dan
menyimpangnya umat manusia di bidang “nilai” yang menjadi pelindung hidupnya.
Hal ini terlalu menonjol di negara-negara blok Barat yang memang sudah tidak
punya nilai apa pun yang dapat diberinya kepada umat manusia; bahkan, tidak
punya sesuatu pun yang dapat memberi ketenangan hatinya sendiri, untuk merasa
perlu hidup lebih lama lagi; setelah sistem “demokrasi” nampaknya berakhir dengan
kegagalan dan kebangkrutan, sebab ternyata ia sudah mulai meniru – dengan
secara berangsur-angsur – dari sistem negara-negara blok Timur, khususnya di
bidang ekonomi, dengan memakai nama sosialisme!
Demikian juga halnya di negara-negara blok Timur itu sendiri.
Teori-teori yang bercorak kolektif, terutamanya Marxisme yang telah berhasil
menarik perhatian sebahagian besar umat manusia di negara-negara blok Timur itu
– dan malah di negara-negara blok Barat juga – dengan sifatnya sebagai suatu
isme yang memakai cap akidah juga telah mulai mundur teratur sekali dari segi
‘teori’ hingga hampirlah sekarang ini lingkungannya terbatas di dalam soal-soal
‘sistem kenegaraan’ sahaja dan sudah menyeleweng begitu jauh dari dasar isme
yang asal dasar-dasar pokok yang pada umumnya bertentangan dengan fitrah umat
manusia dan tidak mungkin berkembang kecuali di dalam masyarakat yang mundur,
atau pun masyarakat yang begitu lama menderita di bawah tekanan sistem
pemerintahan diktator.
Hatta di dalam masyarakat seperti itu sendiri pun – telah
mulai nampak kegagalan di bidang materi dan ekonomi; yaitu bidang yang paling
dibanggakan oleh sistem itu sendiri.
Lihat sahaja Russia, negara model dari sistem kolektif itu,
telah mulai diancam bahaya kebuluran yang hampir sama dengan keadaan di zaman
Tzar dahulu; hingga negara itu telah terpaksa mengimpor gandum dan bahan-bahan
makanan serta menjual emas simpanannya untuk membeli bahan makanan itu.
Ini puncak dari kegagalan sistem pertanian kolektif dan sistem
ekonomi yang bertentangan dengan fitrah umat manusia. Oleh itu, maka umat
manusia mestilah diberikan pimpinan baru!
Sesungguhnya peranan pimpinan manusia barat atas umat manusia
ini telah hampir tamat. Ini bukanlah kerana ekonomi Barat itu telah bangkrut
dan dari segi benda atau telah lemah dari segi ekonomi dan kekuatan tentara,
tetapi sebenarnya karena sistem Barat itu telah tamat tempohnya sebab ia tidak
lagi mempunyai stock “nilai” yang melayakkan dia memegang pimpinan.
Umat manusia memerlukan suatu pimpinan yang mampu menyambung terus
ekonomi kebendaan seperti yang telah dapat dicapai sekarang melalui ekonomi
cara Eropah itu, juga yang mampu memberikan nilai baru yang lengkap, sebanding
dengan yang telah ada dan telah popular di dalam masyarakat manusia, juga yang
mempunyai program yang aktual, positif dan praktis.
Hanya Islam sajalah yang mempunyai nilai-nilai dan program
yang sangat diperlukan itu.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah pun menunaikan tugasnya. Sejak
dari zaman kebangkitan di dalam abad keenam belas Masihi dan telah mencapai
puncak kemajuannya di dalam abad kedelapan betas dan abad kesembilan belas.
Sesudah itu, ekonomi Eropa sudah kehabisan bahan simpanan, untuk disumbangkan
kepada umat manusia.
Demikian juga faham-faham “kebangsaan” dan “perkauman” yang
telah muncul pada ketika itu, dan beberapa buah negara gabungan telah lahir dan
telah memberikan sumbangannya kepada umat manusia tapi faham-faham “kebangsaan”
dan perkauman” itu sudah tidak mampu memberikan apa-apa kepada umat manusia,
karena sudah kehabisan bahan simpanan…
Pada akhirnya sistem-sistem yang berdasarkan kebebasan
individu dengan disusuli pula oleh sistem kolektif telah selesai peranannya dan
berakhir dengan kegagalan juga.
Sekarang tibalah pula giliran ISLAM dan peranan “umat” di saat
yang paling genting ini. Islam yang tidak memandang remeh dan rendah kepada
hasil ciptaan sains yang dilakukan oleh umat manusia sebelum ini dan akan terus
dilakukan oleh umat manusia di sepanjang zaman kerana Islam memandang kemajuan
di bidang ciptaan sains itu sebagai salah satu tugas utama manusia sejak Allah
melantik umat manusia ini menjadi “khalifah” dan pemerintah di bumi ini, dan di
bawah syarat-syarat tertentu pula, Islam memandangnya sebagai ibadat kepada
Allah, dan sebagai pelaksanaan tujuan hidup manusia:
Firman Allah: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak jadikan seorang khalifah di muka bumi.”
(Al-Baqarah: 30)
Dan firman Allah: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariat: 5)
Maka tibalah giliran bagi “UMAT ISLAM” melaksanakan tujuan
Allah yang telah melahirkan umat ini ke tengah-tengah masyarakat umat manusia:
“Kamu [umat Islam] adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, yaitu kamu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat kejahatan
dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali Imraan: 110)
Dan firman Allah: “Dan demikianlah kami jadikan kamu [umat
Islam] umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas perbuatan
manusia dan agar Rasul [Muhammad] menjadi saksi atas perbuatan kamu …”
(Al-Baqarah: 143)
Tetapi Islam tidak akan mampu menunaikan tugasnya kecuali bila
ia menjelma di dalam sebuah masyarakat, yaitu ia menjadi panduan hidup suatu
umat kerana umat manusia tidak mau mendengar – terutama sekali di zaman mutakhir
ini – kepada suatu akidah yang kosong, yang tidak dapat dilihat buktinya
melalui suatu bentuk hidup yang nyata dan dapat disaksikan sedangkan “wujud”
umat Islam itu sendiri boleh dianggap telah terputus -sejak beberapa abad yang
lalu.
UMAT ISLAM itu bukanlah seperti sebidang tanah di mana Islam
hidup di situ, bukan juga suatu kaum atau golongan orang yang nenek moyang
mereka dahulu pernah menghayati Islam sebagai panduan hidup mereka kerana
sesungguhnya “umat Islam” itu ialah suatu golongan manusia yang menimba hidup,
konsep realiti, nilai hidup mereka dari sumber Islam dan umat ini, dengan
ciri-ciri yang disebut di atas, telah terputus wujudnya sejak terhentinya
pelaksanaan undang-undang dan syariat Islam dari seluruh muka bumi ini.
Oleh sebab itu maka perlulah dipulihkan wujud umat itu; supaya
Islam dapat menunaikan peranan yang sangat diharapkan itu, dalam memimpin umat
manusia sekali lagi.
Memanglah umat Islam itu mesti bangkit dari hempasan zaman,
konsep hidup yang sesat dan oleh realiti hidup yang menyeleweng, oleh sistem
hidup yang pincang dan tiada kena mengena dengan Islam sama sekali, tiada kena
mengena dengan program Islam walaupun umat itu masih menganggap dirinya sebagai
umat Islam dan masih memanggil negeri tempat tinggal mereka sebagai “dunia
Islam.”
Sebenarnya saya paham benar bahwa jarak antara kebangkitan dan
“memegang pimpinan” itu masih jauh dan susah dilalui sebab sesungguhnya umat
Islam sudah hilang dari “wujud” dan “realiti” begitu lama sekali dan peranan
memimpin umat manusia itu telah diambil oleh fikiran yang lain, oleh umat yang
lain dan oleh konsep yang lain, juga oleh realiti yang lain berabad-abad
lamanya dan materialisme Eropa telah menciptakan, dalam waktu yang begitu lama,
banyak perbendaharaan yang berbentuk Ilmu Pengetahuan, kebudayaan, sistem
hidup, dan industri.
Walau bagaimanapun tanpa mengenepikan pertimbangan ini, walau
bagaimana jauhnya pun jarak di antara kebangkitan dengan memegang pimpinan,
langkah-langkah ke arah kebangkitan itu mesti dijalankan terus dan jangan
dilengahkan lagi!
Supaya kita selalu dapat menguasai persoalannya, maka perlu
benar kita memahami secara terperinci, apakah syarat-syarat kelayakan yang akan
menjadikan umat ini (umat Islam) memegang peranan memimpin umat manusia, supaya
kita tidak meraba-raba dalam mencari unsur-unsur yang dapat mencetuskan
kebangkitan semula umat ini, di peringkat pertama.
Umat ini sekarang tidak punya kemampuan dan tidak perlu ia
mempunyai kemampuan untuk mengemukakan kepada umat manusia keunggulan dan
kehandalannya di dalam sektor materi yang membikin orang tunduk dan takut
kepadanya dan memaksa umat manusia menerima pimpinannya berdasarkan faktor ini;
kerana kemajuan Eropa di lapangan ini telah terlalu jauh mendahuluinya dan
memang sulit untuk dilewati dalam beberapa abad ke depan, untuk mengatasi
mereka di lapangan ini!
Yang demikian maka mestilah dicari suatu syarat kelayakan yang
lain, yaitu syarat kelayakan yang tidak terdapat di dalam materialisme
sekarang. Ini tidaklah berarti bahwa kita mesti melupakan dan mesti memandang
enteng kepada soal teknologi dan sains. Sebab menjadi kewajiban kita juga untuk
berusaha mendapatkannya, tapi bukan dengan anggapan bahwa ia merupakan “syarat
kelayakan” asasi yang mesti kita gunakan di dalam memegang pimpinan umat
manusia dalam zaman sekarang ini.
Cuma ia diperlukan sekadar untuk menjaga hidup kita dari
ancaman dan penindasan dan juga kerana konsep Islam sendiri yang mengajarkan
bahwa teknologi adalah sebuah kemestian sebagai syarat menjadi khalifah Allah
di muka bumi ini.
Oleh kerana itulah maka wajar kalau ada suatu syarat kelayakan
lain, bukan teknologi dan industri, dan sudah pastilah syarat kelayakan itu
tidak lain daripada akidah dan Program yang menjadikan manusia memelihara dan
mengawal hasil teknologi, di bawah pengawasan suatu konsep lain yang dapat
memenuhi hajat fitrah seperti yang telah diperolehi oleh kemajuan sains itu,
dan supaya akidah dan program itu menjelma di dalam sebuah perkumpulan manusia,
yaitu sebuah masyarakat Islam.
Sesungguhnya, dunia sekarang ini berada di dalam Jahiliyyah
dari segi dasar yang menjadi sumber bagi tegaknya kehidupan dan
peraturan-peraturannya. Jahiliyah yang tidak dapat menyelesaikan beban hidup
hasil dari rekaan baru yang sedang memuncak sekarang.
Jahiliyah ini tegak di atas dasar mengebiri
kekuasaan-kekuasaan Allah di muka bumi dan merampas hak istimewa Allah yaitu
pemerintahan dan kekuasaan.
Jahiliyah itu menyandarkan pemerintahan kepada umat manusia
yang menyebabkan setengah golongan menjadi hamba kepada setengah golongan yang
lain bukan sahaja di dalam bentuk primitif seperti yang berlaku di zaman
jahiliyah purbakala tetapi lebih dahsyat lagi di dalam bentuk mengakui dan
memberi hak membuat konsep-konsep, nilai-nilai, undang-undang,
peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan yang jauh menyimpang dari panduan
dan program Allah untuk hidup ini; dalam perkara-perkara yang tidak pernah
diizin oleh Allah.
Karena itu, hasil dari penyalahgunaan kuasa Allah itu secara
otomatis akan menimbulkan pelanggaran atas hak-hak Allah, dan pelanggaran atas
hak-hak manusia.
Sebenamya kehinaan yang menimpa umat manusia di dalam sistem
kolektif dan juga kekejaman yang menimpa individu dan bangsa terjajah di bawah
sistem kapitalis adalah salah satu kesan dari pengebirian manusia atas hak
istimewa Allah SWT, juga kerana manusia tidak menghargai kehormatan yang
dianugerah oleh Allah kepadanya sejak azali.
Di dalam aspek ini, maka konsep Islam tetap berlainan langsung
dengan konsep-konsep bikinan manusia; kerana di bawah sistem yang lain dari
Islam, umat manusia itu saling mengabdikan diri di antara satu sama lain, dalam
bermacam-macam bentuknya. Sedangkan di bawah sistem Islam, umat manusia bebas
sepenuhnya daripada sebarang belenggu pengabdian kepada sesama manusia dengan
cara mengabdikan diri kepada Allah SWT saja dan menerima arahan daripada Allah
saja; juga tunduk dan patuh kepada Allah saja.
Inilah garis pemisah dan inilah persimpangan jalan. Inilah
juga konsep baru yang kita mampu kemukakan kepada umat manusia mengenai konsep
ini dan yang rangkaiannya adalah perbendaharaan yang masih belum dimiliki oleh
umat manusia; kerana ia bukanlah hasil “pengeluaran” atau “produksi” kilang
materialisme Barat dan bukan hasil teknologi Eropa, baik Eropah Barat mahu pun
Eropah Timur.
Sesungguhnya kita- tanpa ragu sedikit pun – memang memiliki
suatu potensi baru, lengkap dan sempurna; potensi yang masih belum dikenal dan
belum mampu dibikin oleh seluruh umat manusia.
Tetapi potensi baru ini, seperti telah kita tegaskan, mestilah
menjelma di dalam bentuk realiti yang praktis, mesti menjadi panduan dan darah
daging suatu umat bagi lahirnya kebangkitan umat Islam yang akan disusul pula,
lambat-launnya, oleh peranan memegang pimpinan seluruh umat manusia.
Tetapi bagaimanakah caranya memulakan operasi kebangkitan
Islam itu? Jawabnya : Mesti ada satu golongan pelopor atau “kader” yang
menghayati cita-cita ini, dan meneruskan kegiatannya dengan cara menerobos ke
dalam alam jahiliyah yang sedang berpengaruh di seluruh permukaan bumi ini
dengan memakai dua kaedah: yaitu kaedah memisahkan diri dan kaedah membuat
hubungan di bidang lain dengan pihak jahiliyah itu.
Para pelopor dan kader itu tentulah memerlukan panduan-panduan
di sepanjang perjalanan mereka; panduan yang memberikan tentang tabiat peranan
mereka, hakikat tugas mereka dan inti sari tujuan akhir perjalanan mereka dan
juga mengenai garis permulaan di dalam perjalanan jauh itu.
Para pelopor dan kader itu perlu mendapat panduan secukupnya
mengenai – jahiliyah yang sedang berpengaruh di dunia sekarang di dalam suasana
yang bagaimanakah mereka boleh berjalan seiring dengan jahiliyah dan di dalam
suasana yang bagaimanakah pula mereka harus memisahkan diri.
Bagaimana caranya melayani pihak jahiliyah itu dengan
menggunakan kaedah Islam dan dalam topik apakah yang perlu dibicarakan? Juga
dari mana dan bagaimanakah pula menimba bahan-bahan panduan itu?
Panduan-panduan itu hendaklah diambil dan ditimba dari sumber
asal akidah ini, yaitu Al-Quran dan juga dari arahan-arahan Al-Quran yang asasi
juga dari konsep yang telah dipancarkan oleh Al-Quran ke dalam jiwa para
pelopor dan kader terdahulu (para sahabat Rasulullah saw., red), yang telah
diberi penghormatan besar oleh Allah SWT untuk mengubah bentuk sejarah umat
manusia mengikut kehendak Allah.
Untuk para pelopor dan kader yang diharapkan dan
ditunggu-tunggu kelahirannya itu saya tuliskan “Petunjuk Jalan” ini.
Empat fasal dari buku ini diambil dari buku Di bawah Naungan
AL-QURAN (Fi Zhilalil Quran) dengan beberapa pindaan dan tambahan di mana
perlu, sesuai dengan judul. Di antara kandungannya juga ialah delapan fasal,
selain daripada muqaddimah ini, yang ditulis dalam waktu tertentu saya beroleh
kesempatan dan ilham dari sumber Al-Quran Yang Mulia… dan dirangkai menjadi
satu, sebagai “Petunjuk” dan panduan di dalam perjalanan, seperti juga buku
panduan jalan dakwah yang lain.
Setidaknya, inilah petunjuk dan panduan peringkat pertama.
Semoga Allah melimpahkan kurnia-Nya dan petunjuk ini akan disusul lagi oleh
petunjuk-petunjuk lain bila saja Allah memberi hidayah kepadaku mengenai
petunjuk di sepanjang jalan ini.
Wabillahi – taufieq.
Sayyid Quthub