On 23.22 by Unknown
Bagaimana hukum merayakan tahun masehi menurut
pandangan islam ? dan bagaimana cara kita menyikapi tahun baru masehi tersebut
? ini yang mungkin sering kita pertanyakan dan juga banyak orang yang merayakan
tahun baru secara berlebihan , tau kah anda kenapa tahun baru masehi identik
dengan meniup terompet ? saya rasa hanya banyak yang ikut ikutan tanpa tau asal
muasalnya dari mana, nah sekilas saya akan berikan gambarannya sedikit dari
berbagai sumber yang saya dapat , setidaknya ini memberikan gambaran kepada kita apa sebenarnya yang harus kita lakukan pada tahun
baru masehi itu sebenarnya , karena pada kenyataannya perayaan tahun baru
masehi lebih luar biasa penyambutannya di bandingkan dengan tahun baru islam, tahun baru kita
sendiri .
oke sahabat berry blog yang di rahmati Allah , pemuda dan pemudi penerus bangsa , mari kita pahami makna tahun baru yang sebentar lagi akan kita hadapi, jangan sampai kita terjerumus ke dalam perangkap setan, jika anda hanya sekedar berkumpul dengan keluarga sambil makan makan itu kita postif thinking aja, karena tahun baru kan rata rata libur, baik orang kerja, kuliah ataupun sekolah, pada kesempatan itulah untuk merefresh rasa kangen kepada keluarga dan teman teman dengan catatan tidak berlebihan dan melanggar batasan islam .
berikut about tahun baru masehi dari berbagai sumber yang saya baca :
Meniup Terompet pada Tahun Baru Masehi :
Pertanyaan :
Benarkah budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka?
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofa, sebuah alat musik sejenisi terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Benarkah meniup terompet tahun baru itu kafir?
Jawaban :
Meniup terompet pada tahun baru bukan hanya budaya masyarakat Yahudi, melainkan lebih dari itu, Meniup terompet pada tahun baru adalah perintah Allah kepada Nabi Musa dalam syari'at Torat untuk menyambut datangnya Rosh Hasanah atau tahun baru Torat, yang jatuh pada bulan ke-tujuh atau tanggal 1 bulan Tishri dalam kalender Ibrani purba.
"Katakanlah kepada orang Israel, begini: Dalam bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, kamu harus mengadakan hari perhentian penuh yang diperingati dengan meniup sangkakala, yakni hari pertemuan kudus. (Torat, Imamat 23:24)
Pada bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, haruslah kamu mengadakan pertemuan yang kudus, maka tidak boleh kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat; itulah hari peniupan sangkakala bagimu. (Torat, Bilangan 29:1)
Perintah itu lalu dimakna secara sederhana: meniup terompet pada tahun baru, termasuk tahun baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Isa Al Masih.
Kenyataannya, banyak orang di Barat maupun di Timur yang meniup terompet pada tahun baru tanpa motif ini, melainkan dengan motif just for fun (hanya untuk senang-senang) atau motif komersil tanpa motif religius apapun. Kalau motifnya untuk senang-senang, maka meniup terompet pada malam tahun baru dapat disetarakan dengan tindakan menonton TV pada malam tahun baru atau jalan-jalan mencari hiburan pada malam tahun baru.
Lalu, apakah meniup terompet tahun baru itu kafir?
Bila anda meniupnya dengan mengingat bahwa itu adalah perintah Allah kepada Nabi Musa, maka tentu saja itu bukan tindakan kafir. Masa sih menuruti perintah Allah itu kafir? Jelas tidak. Kalau mengikuti perintah Allah itu kafir, lantas apa yang tidak kafir?Katanya mengimani Torat, nyatanya?
Bila anda meniupnya dengan motif senang-senang (just for fun) atau motif komersil, itu juga bukan kafir sepanjang tidak melewati batas. Tindakan dengan motif sekedar senang-senang atau pun komersil tersebut dapat disetarakan dengan tindakan bermain sepakbola, meniup seruling, bermain gitar, menonton TV, berdagang, dsb. Contoh melebihi batas itu adalah bila malam Tahun Baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Al Masih justru diisi dengan tindakan yang bertentangan dengan ajaran Al Masih, misal: pesta sex, mabuk-mabukan dengan minum-minuman keras atau pun penyalahgunaan obat, dsj.
Bila anda meniup terompet lalu disertai hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Al Masih sebagaimana contoh di atas, maka meniup terompet jadi haram dan kafir.
oke sahabat berry blog yang di rahmati Allah , pemuda dan pemudi penerus bangsa , mari kita pahami makna tahun baru yang sebentar lagi akan kita hadapi, jangan sampai kita terjerumus ke dalam perangkap setan, jika anda hanya sekedar berkumpul dengan keluarga sambil makan makan itu kita postif thinking aja, karena tahun baru kan rata rata libur, baik orang kerja, kuliah ataupun sekolah, pada kesempatan itulah untuk merefresh rasa kangen kepada keluarga dan teman teman dengan catatan tidak berlebihan dan melanggar batasan islam .
berikut about tahun baru masehi dari berbagai sumber yang saya baca :
Meniup Terompet pada Tahun Baru Masehi :
Pertanyaan :
Benarkah budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka?
Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofa, sebuah alat musik sejenisi terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.
Benarkah meniup terompet tahun baru itu kafir?
Jawaban :
Meniup terompet pada tahun baru bukan hanya budaya masyarakat Yahudi, melainkan lebih dari itu, Meniup terompet pada tahun baru adalah perintah Allah kepada Nabi Musa dalam syari'at Torat untuk menyambut datangnya Rosh Hasanah atau tahun baru Torat, yang jatuh pada bulan ke-tujuh atau tanggal 1 bulan Tishri dalam kalender Ibrani purba.
"Katakanlah kepada orang Israel, begini: Dalam bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, kamu harus mengadakan hari perhentian penuh yang diperingati dengan meniup sangkakala, yakni hari pertemuan kudus. (Torat, Imamat 23:24)
Pada bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, haruslah kamu mengadakan pertemuan yang kudus, maka tidak boleh kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat; itulah hari peniupan sangkakala bagimu. (Torat, Bilangan 29:1)
Perintah itu lalu dimakna secara sederhana: meniup terompet pada tahun baru, termasuk tahun baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Isa Al Masih.
Kenyataannya, banyak orang di Barat maupun di Timur yang meniup terompet pada tahun baru tanpa motif ini, melainkan dengan motif just for fun (hanya untuk senang-senang) atau motif komersil tanpa motif religius apapun. Kalau motifnya untuk senang-senang, maka meniup terompet pada malam tahun baru dapat disetarakan dengan tindakan menonton TV pada malam tahun baru atau jalan-jalan mencari hiburan pada malam tahun baru.
Lalu, apakah meniup terompet tahun baru itu kafir?
Bila anda meniupnya dengan mengingat bahwa itu adalah perintah Allah kepada Nabi Musa, maka tentu saja itu bukan tindakan kafir. Masa sih menuruti perintah Allah itu kafir? Jelas tidak. Kalau mengikuti perintah Allah itu kafir, lantas apa yang tidak kafir?Katanya mengimani Torat, nyatanya?
Bila anda meniupnya dengan motif senang-senang (just for fun) atau motif komersil, itu juga bukan kafir sepanjang tidak melewati batas. Tindakan dengan motif sekedar senang-senang atau pun komersil tersebut dapat disetarakan dengan tindakan bermain sepakbola, meniup seruling, bermain gitar, menonton TV, berdagang, dsb. Contoh melebihi batas itu adalah bila malam Tahun Baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Al Masih justru diisi dengan tindakan yang bertentangan dengan ajaran Al Masih, misal: pesta sex, mabuk-mabukan dengan minum-minuman keras atau pun penyalahgunaan obat, dsj.
Bila anda meniup terompet lalu disertai hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Al Masih sebagaimana contoh di atas, maka meniup terompet jadi haram dan kafir.
Diantara kebiasaan orang
dalam memasuki tahun baru di berbagai belahan dunia adalah dengan merayakannya,
seperti begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada
detik-detik memasuki tahun baru, wayang semalam suntuk bahkan tidak ketinggalan
dan sudah mulai ngetrend di beberapa tempat diadakan dzikir berjama’ah
menyongsong tahun baru. Sebenarnya bagaimana Islam memandang perayaan tahun
baru?
Bolehkah Merayakannya?
Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang muslim.
Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. (Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.
Keburukan yang Ditimbulkan
Seorang muslim yang ikut-ikutan merayakan tahun baru akan tertimpa banyak keburukan, diantaranya:
1. Merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir yang telah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.
2. Melakukan amal ketaatan seperti dzikir, membaca Al Qur’an, dan sebagainya yang dikhususkan menyambut malam tahun baru adalah pebuatan bid’ah yang menyesatkan.
3. Ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita seperti yang kita lihat pada hampir seluruh perayaan malam tahun baru bahkan sampai terjerumus pada perbuatan zina, Na’udzubillahi min dzaalika…
4. Pemborosan harta kaum muslimin, karena uang yang mereka keluarkan untuk merayakannya (membeli makanan, bagi-bagi kado, meniup terompet dan lain sebagainya) adalah sia-sia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Serta masih banyak keburukan lainnya baik berupa kemaksiatan bahkan kesyirikan kepada Allah.
Bolehkah Merayakannya?
Tahun baru tidak termasuk salah satu hari raya Islam sebagaimana ‘Iedul Fitri, ‘Iedul Adha ataupun hari Jum’at. Bahkan hari tersebut tergolong rangkaian kegiatan hari raya orang-orang kafir yang tidak boleh diperingati oleh seorang muslim.
Suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menanyakan kepadanya: “Apakah disana ada berhala sesembahan orang Jahiliyah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dirayakannya hari raya mereka?” Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikan nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam”. (Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih untuk Allah di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Akibat paling berbahaya yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.
Keburukan yang Ditimbulkan
Seorang muslim yang ikut-ikutan merayakan tahun baru akan tertimpa banyak keburukan, diantaranya:
1. Merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (menyerupai) dengan orang-orang kafir yang telah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.
2. Melakukan amal ketaatan seperti dzikir, membaca Al Qur’an, dan sebagainya yang dikhususkan menyambut malam tahun baru adalah pebuatan bid’ah yang menyesatkan.
3. Ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita seperti yang kita lihat pada hampir seluruh perayaan malam tahun baru bahkan sampai terjerumus pada perbuatan zina, Na’udzubillahi min dzaalika…
4. Pemborosan harta kaum muslimin, karena uang yang mereka keluarkan untuk merayakannya (membeli makanan, bagi-bagi kado, meniup terompet dan lain sebagainya) adalah sia-sia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Serta masih banyak keburukan lainnya baik berupa kemaksiatan bahkan kesyirikan kepada Allah.
Search
