On 22.54 by Unknown
Alhamdulillah, penat lelah yg sedari
4 setengah jam menggelayut dlm benak terbayar sudah dgn keindahan alam bumi
Alloh. MasyaAlloh...,betapa mempesonanya kecantikan yg ditawarkan bumi Ujung
barat Pasundan yg kini berada tepat dihadapanku ini. Tak terasa, bibir ini pun
basah karena melafazkan "Subhanalloh, walhamdulillah, wa laa ilaaha
illallah, Allohu Akbar...; indah nian ". Pegunungan membiru memanjang
meliuk seperti tubuh puluhan ekor naga menghiasi cakrawala. Puncak-puncaknya
menjulang seakan berlomba meraih titik paling tinggi. Sementara Sang suria
bertengger dengan sombongnya di angkasa dengan berselendangkan pelangi berwarna-warni.
Demi Alloh.., walaupun aku berasal dari Kampung, namun menjadi lebih kampungan
ketika menyaksikannya. Ah.., kalau bukan karena dalam rangka tugas, ingin
rasanya kuhabiskan waktuku lebih lama lagi disini. Gumamku.
"Sudahlah-sudahlah..., perjalanan
kita masih jauh. Kita harus berjalan beberapa kilometer lagi; lagi pula ini
belum seberapa, masih ada lagi tempat yg lebih indah disana. Hentikan dulu
foto-fotonya..". Kata sahabatku. "O..o.., masih jauh ya..; Baiklah..
Ayo". Kami pun beranjak menuju tempat tujuan.
Kmp. Cisitu, Lebak-Banten
Selepas menaklukan medan
Cisolok-Lebak yg cukup menantang dgn rute menaiki punggung gunung dgn
jurang-jurang terjal, tak berselang berapa lama, kami pun tiba disebuah wilayah
di bilangan Lebak-Banten. Aduuh.., aku lupa nama tempatnya,namun yg pasti
sedari memasuki wilayah itu, aku tambah tergagap-gagap menyaksikan bentangan
alam yg tidakkalah mempesonanya. Hamparan padi luas menguning,sungai jernih
indah mengalir, Memanjang seakan tak berujung. Riaknya menimbulkan bunyi
gemericik. Menarik. "Ya Alloh,betapa besarnya kurniaan yang Engkau
limpahkan kepada kami...". Aku saja yg baru menginjak tempat itu sudah tak
mampu menghitung berapa ni'matnya rezki yg Alloh tebarkan kepada penduduk di
wilayah itu. Melihat mataku terbelalak & mulut menganaga, temanku hanya
tersenyum. Gumamnya : "Kampungan...". Walaupun kecil suaranya,namun
jelas terdengar; tapi aku tak marah; karena kenyataannya, aku saat itu seperti
orang "kampungan"; atau tepatnya "Turis dadakan yg
Kampungan".
kampoeng uing
Penduduk disana pada umumnya
ramah,hanya saja kesibukkan keseharian mereka mengalihkan pandangannya dari
kami. Kecuali beberapa orang saja yg terlihat memandang kami dengan sorot mata
yg tajam. Entah apa sebabnya; tapi tak terlalu kuhiraukan. Mungkin melihat
dandanan & Balde yg kami tunggangi ber-Flat "D". Laki-laki
perempuan disana mengenakan busana yg serupa, baik bahan, motiv, maupun
warnanya. Bahasa mereka tidak asing ditelingaku,kecuali gaya bahasa &
intonasi yg digunakan. "fffuiih..,kasarnya bicara mereka..". Tapi
meski demikian tak terdengar 1 kata jorok atau kotor pun yg keluar dari mulut
mereka. Berbeda dengan di Bandung. Waah...
Semakin kedalm, suasana semakin
hangat. Hampir semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Tak terlihat
seorang pun yg berleha-leha. Mengingat mata pencaharian yg satu merupakan
tulang punggung perekonomian utama selain bertani. Awalnya,aku tak begitu
tertarik dgn kesibukan mereka. "Hah..,hanya menggali pasir...; apa yg
mereka bisa mereka harapkan dari karung-karung pasir itu..". Mendengar
itu, temanku yg sedang asyik mengendalikan Blade berkata: "Hus..,itu bukan
sembarang pasir. Liat saja disekeliling kita. Tuh.., tuh.., tuh..".
Deretan rumah mewah mirip villa di Setra Duta) bertengger berjejer sepanjang
perjalanan. "Ma..,maksudnya..??". "Betul, karung-karung pasir
itu isinya emas. Dari sanalah mereka dpt membangun rumah-rumah lengkap dgn
kendaraan-kendaraan mewahnya itu". Memang, sepanjang perjalanan, ku dapati
Avanza, AVP, Jeap Hartop, malah Camry. Malah sesekali Harley, Ninja,Tiger
berpapasan dgn Blade kami.
Baru ku sadar, bukan cuma
"Blade-ku" yg ketinggalan, ternyata tingkat perekonomian rata-rata
penduduk disana jauh lebih mapan, malah bisa dikatakan Mewah. Bayangkan, di
pedalaman Lebak Banten, di sela-sela barisan peguningan, di sebuah desa
terpencil, jauh dari keramaian kota & sentuhan "polusi" kota
terdapat sebuah kehidupan masyarakat yg serba mewah. MasyaAlloh... Alloh Maha
Adil. DIA menghidupkan mahluq-NYA dgn sangat baik, meski pun ditempat terpencil
seperti ini.
Tadinya kami ingin
berlama-lama,namun bukan saja karena cuaca yg mulai tidak bersahabat & rute
yg cukup membahayakan bila ditembus dalam kondisi hujan; namun perasaanku tidak
enak, mengingat adat & budaya yg dikembangkan penduduknya jauh dari syar'i.
Bukannya su'udzon, namun dari informasi yg diperoleh dan fakta dilapangan yg
mengatakan bahwa penduduknya "Hubbuddun-ya" materialistis) dan
tidakterlalu bersahabat dgn Islam lah yg mendorongku utk kembali. Aku khawatir
terjadi sesuatu; mengingat disebalik bentang alam yg indah itu, tampak nyata
bahaya yg mengancam. Coba bayangkan...!!! Desa yg luasnya tidak sampai 5 KM
persegi itu dikelilingi barisan Gunung tinggi menjulang dgn bukit-bukitnya yg
terjal. malah dibeberapa tempat sudut kemiringannya sampai0 derajat. Ditambah
kerusakan alam karena erosi sebagaiakibat kebiasaan penduduknya menggali tanah
menyebabkan rata-rata permukaan tanah disana relatif labil.
Jika saja mereka beriman &
bertaqwa kepada Alloh; pasti kenikmatan rizki yg mereka rasakan akan lebih
besar & berkah. Namun, bila mereka tetap seperti itu... Na'udzubillah...
Semoga Alloh melindungi penduduknya yg sholeh